Ku lihat bintang di tepi bulan,
Dengan sinar bulan yang tiada.
Berhias sunyi syahdu sang malam.
Menyentuh dingin dengan sekuat cinta.
Hati dan tangis saling bersua.
Hingga duka mengundang air mata.
Ku tepis angan dalam ayat-ayatNya.
Menggelantung indah pada jiwa.
Dengan kusut-kusut nafas yang tak kan tenang.
Terbuai hembus angin pilu.
Merona gelisah merantai-rantai.
Berkutat pada harap yang berandai.
Batuan besar di tepi pantai.
Terhantam ombak sungguh keras.
Terlukalah tetap kokoh di tempatnya.
Air mata mengalihaksarakan mata.
Tiada sedap sang malam tergeletak.
Meleburkan rindu pada mimpi.
Menempa harap pada doa.
Karena dirimu masih sangat ku cinta.
Bahasa jiwamu sepi.
Apakah kau tak menahu?
Ataukah kau mendiam?
Lantas mengalir terus sajalah air mataku ini.
Dan ku letakkan sampan sederhana di alir itu.
Berlayar ke setiap sudut di hatimu.
Hangat ubun di ujung kepala.
Memikir berjuta rasa-rasa yang ku rasa,
Dengan sulaman rindu yang kian membentuk.
Masihlah ku hirup debu angin.
Masihlah ku tertancap duri-duri mawar.
Biarlah itu,
Biarlah itu.
Karena hatiku masih memfosilkan cinta untukmu.
Biar sajalah ku tenggelam di pukul ribut.
Biar sajalah tangisanku bersahut-sahut.
Dan biar sajalah malam kelam berkelibut.
Hingga sang waktu tiada melembut.
Kokoh kasih dan rinduku yang saling berselaput,
Dengan rasa cintaku padamu yang tak akan pernah larut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar