Malam,
Padamu aku bercerita.
Padamu aku sampaikan.
Padamu aku deskripsikan.
Malam,
Padamu aku tuangkan.
Padamu aku tunjukkan.
Padamu aku teteskan.
Bukan tetesan sekedar menetes.
Dan mengantarkan peluh hati lewat hembus angin.
Waktu yang melingkariku,
Mendiam di antaraku.
Ku ingin menatapmu,
Di antara langit dan bumi.
Di antara air dan angin.
Di antara panas dan dingin.
Di antara ombak dan badai.
Dan di antara rindu dan kasihku,
Yang masih sangat mencintaimu.
Mungkin aku hanya angin yang lewat di setiap aliran darahmu.
Tak terpikir itu olehmu tentang perasaanku kepadamu.
Dalam cadik kecilku,
Aku masih berlayar di setiap sudut hatimu,
Dengan badai-badai yang selalu menerjangku.
Di kala ku terpaku melamun sendiri,
Menutup mata mungkin lebih berarti.
Dan melihatmu lewat cinta dalam hati.
Betapa miris diriku ini,
Menangis,
Menangis.
Cobalah kau toleh ke belakang,
Itu ada aku,
Ada aku.
Jika ada dingin di setiap pagi.
Jika ada mentari di setiap pagi,
Maka lihatlah di situ,
Itu ada embun,
Ada embun.
Air mataku mengucur selayaknya darah.
Merasakan rindu dalam stadium parah.
Memegang cinta pada mataku yang amat memerah.
Bersandar pada dinding yang gundah,
Dan untuk bertahan.
Inilah malam-malamku.
Yang ku lukiskan kata-kata hatiku,
Kata-kata bahasa perasaanku.
Inilah puisi malamku.
Yang ku ungkapkan tentangmu dalam hatiku,
Tentang cintaku padamu di setiap sudut perasaanku.
Padamu aku sampaikan.
Padamu aku deskripsikan.
Malam,
Padamu aku tuangkan.
Padamu aku tunjukkan.
Padamu aku teteskan.
Bukan tetesan sekedar menetes.
Dan mengantarkan peluh hati lewat hembus angin.
Waktu yang melingkariku,
Mendiam di antaraku.
Ku ingin menatapmu,
Di antara langit dan bumi.
Di antara air dan angin.
Di antara panas dan dingin.
Di antara ombak dan badai.
Dan di antara rindu dan kasihku,
Yang masih sangat mencintaimu.
Mungkin aku hanya angin yang lewat di setiap aliran darahmu.
Tak terpikir itu olehmu tentang perasaanku kepadamu.
Dalam cadik kecilku,
Aku masih berlayar di setiap sudut hatimu,
Dengan badai-badai yang selalu menerjangku.
Di kala ku terpaku melamun sendiri,
Menutup mata mungkin lebih berarti.
Dan melihatmu lewat cinta dalam hati.
Betapa miris diriku ini,
Menangis,
Menangis.
Cobalah kau toleh ke belakang,
Itu ada aku,
Ada aku.
Jika ada dingin di setiap pagi.
Jika ada mentari di setiap pagi,
Maka lihatlah di situ,
Itu ada embun,
Ada embun.
Air mataku mengucur selayaknya darah.
Merasakan rindu dalam stadium parah.
Memegang cinta pada mataku yang amat memerah.
Bersandar pada dinding yang gundah,
Dan untuk bertahan.
Inilah malam-malamku.
Yang ku lukiskan kata-kata hatiku,
Kata-kata bahasa perasaanku.
Inilah puisi malamku.
Yang ku ungkapkan tentangmu dalam hatiku,
Tentang cintaku padamu di setiap sudut perasaanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar