Total Tayangan Halaman

Sabtu, 08 Oktober 2011

Ketahuilah

Tak gemuruh lonceng menggema.
Tiada dengar suatu nada.
Melanda hati yang menghampa.
Tak petir awan menyambar.
Tiada kilat suatu gelap.
Melanda hati yang masih mencinta.
Getaran rasa masih mendenyut cepat.
Tiada hetian jalur membataskan.
Rintihan air masih mengalir deras.
Tiada hulu yang menempatkan.
Cinta ini masih membungagelorakan hati.
Tiada satupun yang mampu mengganti.
Hingga sang waktu berhenti.

Begitu jernihnya rabas.
Sejernih embun di dedaunan,
Sederas rebas gemercikan.
Begitu kontrasnya mata,
Sekontras kilau bintang di langit malam,
Seindah pancaran lilin di kegelapan.

Ku sulam emas di kain celari.
Ku tak akan pernah berlari pergi.
Dan tetap selalu masih di sini,
Bersama arah yang tak akan pernah berubah mengganti.
Tiada gugur-gugur harap.
Embun yang selalu terus meresap,
Melalui dinding hati yang tak akan pengap,
Yang menyentuh angin di suatu gelap.
Cintaku tak pernah pasang surut,
Meski ada sesuatu yang melarut.
Entah apalah itu di suatu sudut,
Tak akan bisa membuatku hanyut.
Karena hatiku untukmu tak pernah berkerut.
Tiada kata ku ambigukan,
Saat doa mulai ku alunkan,
Di bawah beranda jembatan awan.
Hingga terdengar suara amat lamban,
Dan itu bukanlah seonggok iklan.
Namun itu rasa cinta yang teramat elan.

Lidi yang mudah dipatahkan,
Tak semudah mematahkan cintaku untukmu.
Biarlah waktu yang membisu.
Dan biarlah hanya Tuhan yang tahu,
Bahwa aku masih sangat mencintaimu.

Kau nilai burung tiada kicau.
Ketahuilah pesisir yang mengharapkan bakau.
Tiada suatu karang yang merasa risau,
Meski ombak terus menghalau.
Inilah perwakilan rasa.
Bukan rasa yang apa-apa.
Melainkan apa-apa yang aku rasa,
Rasa cinta,
Rasa yang wanginya masih semerbak,
Dan ku tak akan pernah untuk merombak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar