Total Tayangan Halaman

Jumat, 07 Oktober 2011

Pada Bintang


Tumpukan jerami di antara embun.
Berbatas hujan disertai deras,
Dan beratap mendung nan menghitam.
Mensimfonikan nada cinta.
Meritmekan sabda hati.
Tak urung waktu membisu.
Ku tempuh badai tanpa meragu,
Dengan sahut-sahut angin yang menyapu,
Dan berselimut pada hati yang masih mencinta.


Sakura di musim semi.
Di musim semi yang hujan.
Membanjiri relung hati.
Menahan kuat bendungan air mata.
Hingga terpecah keheningan,
Menjadi rintik-rintik tangisan.

Jiwaku meletupkan lahar rindu.
Mengalir deras pada kanal lava cinta.
Tiada yang mampu menghentikan.
Karena diriku masih mencinta.
Mungkin kau tak menahu.
Pada bintang,
Tolong sampaikan ke seluruh jagad raya,
Betapa hatiku masih mencinta.
Masih mencinta,
Aku masih sangat mencintaimu.

Tak Akan Pernah Larut


Ku lihat bintang di tepi bulan,
Dengan sinar bulan yang tiada.
Berhias sunyi syahdu sang malam.
Menyentuh dingin dengan sekuat cinta.
Hati dan tangis saling bersua.
Hingga duka mengundang air mata.
Ku tepis angan dalam ayat-ayatNya.
Menggelantung indah pada jiwa.
Dengan kusut-kusut nafas yang tak kan tenang.


Terbuai hembus angin pilu.
Merona gelisah merantai-rantai.
Berkutat pada harap yang berandai.
Batuan besar di tepi pantai.
Terhantam ombak sungguh keras.
Terlukalah tetap kokoh di tempatnya.

Air mata mengalihaksarakan mata.
Tiada sedap sang malam tergeletak.
Meleburkan rindu pada mimpi.
Menempa harap pada doa.
Karena dirimu masih sangat ku cinta.

Bahasa jiwamu sepi.
Apakah kau tak menahu?
Ataukah kau mendiam?
Lantas mengalir terus sajalah air mataku ini.
Dan ku letakkan sampan sederhana di alir itu.
Berlayar ke setiap sudut di hatimu.


Hangat ubun di ujung kepala.
Memikir berjuta rasa-rasa yang ku rasa,
Dengan sulaman rindu yang kian membentuk.
Masihlah ku hirup debu angin.
Masihlah ku tertancap duri-duri mawar.
Biarlah itu,
Biarlah itu.
Karena hatiku masih memfosilkan cinta untukmu.
Biar sajalah ku tenggelam di pukul ribut.
Biar sajalah tangisanku bersahut-sahut.
Dan biar sajalah malam kelam berkelibut.
Hingga sang waktu tiada melembut.
Kokoh kasih dan rinduku yang saling berselaput,
Dengan rasa cintaku padamu yang tak akan pernah larut

Di Kaki Langit

Pahamilah ranting-ranting yang patah.
Pahamilah luas tanah yang gersang.
Pahamilah karang pada debur ombak.
Deras-deras airnya menghempas.
Di ujung tanjung kerinduan.
Kata hati bertinta menuliskan,
Tentang cinta yang tertanam untukmu.

Air mata berderai temaram cahaya lilin.
Di bawah bulan menyingkap arti.
Bersamaan dengan langit malam yang menangis.
Bersamaan dengan angin yang mengibaskan debu.
Bersamaan dengan guguran daun yang melayu.
Menatap setetes air di padang tandus.
Menapaki langit rindu yang membiru,
Dengan potensi cinta yang masih menggebu.
Jika Tuhan di hadapanku,
Aku akan bersujud,
Dan mempertanyakan rasa cintaku.


Jarang senyumku yang ku usung.
Jarang tawaku yang ku panggul.
Di tepian rindu,
Aku berkaca duka.
Membentuk helaian kisah.
Rupa-rupanya rasa cintaku padamu tetap di sini.
Bersama pula dengan rinduku yang melonceng sunyi.
Matahari gelap terasa,
Dengan awan yang tetap mendung.
Cintaku padamu melaju tak akan pernah berhenti.
Biarpun jalanan berlubang berliku,
Tetap ku akan melangkah melewati itu.
Karena cintaku,
Masih hanya untukmu.

Sebuah bintang kecil akan senang bila bertemu bulan.
Beraksara bersama cahaya-cahaya.
Tampak jelas cahaya bintang meredup.
Perlulah memang sang bulan untuk menahu.
Menjalar terus akar kokoh cintaku.
Mewangi terus semerbak harum rinduku.
Perlulah memang untuk kau menahui itu.
Di kaki langit aku menyudut.
Menepi menghadap malam.
Dengan teman desiran angin.
Menyampaikan seluruhku untuk ditiupkan.
Sambil mata membendung airnya.

Lihatlah

Setetes embun di senja muda.
Mengalir lirih di rerumputan.
Tersentuh angin yang menggoyahkan.
Tak membuat jatuh ke tanah terjal.
Fondasi kokoh tetap kuat.
Tak akanlah keropos bata-bata merah.
Melihat awan tertatih melangkah,
Dengan angin membawa bau harap.
Tak ayal sayup-sayup gemercik air.
Melangkah bersama arus yang tetap mengalir.
Mengalir tiada henti.
Dan tak akan pernah berhenti mencintai.
Akan ku kelupas setiap lapisan langit.
Akan ku teguk setiap tetes lahar.
Akan ku hitung setiap debu yang tertiup angin.
Serta tiada lembah cintaku yang melandai.
Ku tapaki batu-batu tajam,
Sambil memintal duri yang sesekali tertusuk tangan.
Saat gelap di hadapanku,
Terus penuh aku bertahan.
Dan membelai angin di kala malam,
Membayang dengan mata berkaca merinai-rinai.

Jiwaku terus gelisah.
Dan mencintaimu pada selasar doa-doa,
Pada setiap relung hati yang berharap,
Pada setiap celah hati yang haus akan cahaya,
Dan pada setiap apapun yang menetes dari mata.

Lihatlah lelehan es kutub yang menggenangi kelopak mataku.
Lihatlah redup-redup lilin yang menghiasi ratapan wajahku.
Dan lihatlah kepakan sayap patah yang menerbangkan rindu dan cintaku yang masih hanya untukmu.

puisi malam

Malam,
Padamu aku bercerita.
Padamu aku sampaikan.
Padamu aku deskripsikan.
Malam,
Padamu aku tuangkan.
Padamu aku tunjukkan.
Padamu aku teteskan.
Bukan tetesan sekedar menetes.
Dan mengantarkan peluh hati lewat hembus angin.

Waktu yang melingkariku,
Mendiam di antaraku.
Ku ingin menatapmu,
Di antara langit dan bumi.
Di antara air dan angin.
Di antara panas dan dingin.
Di antara ombak dan badai.
Dan di antara rindu dan kasihku,
Yang masih sangat mencintaimu.

Mungkin aku hanya angin yang lewat di setiap aliran darahmu.
Tak terpikir itu olehmu tentang perasaanku kepadamu.
Dalam cadik kecilku,
Aku masih berlayar di setiap sudut hatimu,
Dengan badai-badai yang selalu menerjangku.
Di kala ku terpaku melamun sendiri,
Menutup mata mungkin lebih berarti.
Dan melihatmu lewat cinta dalam hati.
Betapa miris diriku ini,
Menangis,
Menangis.

Cobalah kau toleh ke belakang,
Itu ada aku,
Ada aku.
Jika ada dingin di setiap pagi.
Jika ada mentari di setiap pagi,
Maka lihatlah di situ,
Itu ada embun,
Ada embun.

Air mataku mengucur selayaknya darah.
Merasakan rindu dalam stadium parah.
Memegang cinta pada mataku yang amat memerah.
Bersandar pada dinding yang gundah,
Dan untuk bertahan.

Inilah malam-malamku.
Yang ku lukiskan kata-kata hatiku,
Kata-kata bahasa perasaanku.
Inilah puisi malamku.
Yang ku ungkapkan tentangmu dalam hatiku,
Tentang cintaku padamu di setiap sudut perasaanku.